Baju Lebaran Untuk Dinda
Bulan purnama bersinar di pertengahan bulan suci ini.Menemani para jama’ah salat tarawih dalam perjalanan menuju rumah. Seusai salat tarawih,jama’ah mesjid Baitul Mu’min berhamburan keluar.Mereka akan melanjutkan kegiatan malam hari.Ada yang memilih untuk istirahat,ada yang kembali bekerja,dan ada yang kembali berkumpul bersama keluarga di rumah. Lain halnya dengan Ulil.ia lebih beah bertaqarrub kepada Allah SWT seusai salat tarawih. Karena kesempatan itu jarang ia dapatkan di bulan lain mengingat dirinya adalah seorang perawat yang tentu sangat sibuk dengan pekerjaannya.
“Lil,besok tanggal berape?”Tanya Wildan dengan logat betawinya yang khas.
“Tanggal enam belas.Emangnya kenapa?”Ulil berbalik nanya.
“Berape hari lagi kite bisa pulang,Lil?Ane udeh kangen ame adik-adik ane di rumah.”
“Ya,paling pas hari H atau bisa aja kita kerja sampai hari ke H+2.Atau.kapan ya?”
“Entahlah”,jawab Wildan pasrah. Mereka terus menelusuri koridor rumah sakit.
Pagi menyapa.Ulil bersiap-siap untuk pulang ke kontrakan pamannya,karena selama ia bekerrja di rumah sakit Harapan Kita,ia tinggal bersama pamannya di daerah Kebun Jeruk.Di tengah perjalanan,ponselnya berdering,rupanya ada satu pesan masuk.
A,iraha uih?Dinda ts t sbr hoyong tpng srng a.A sht kn?
Dengan cepat jemari Ulil menari diatas tombol keypad.
Sbr,y!K ku a pg mserkn acuk lbran.
Sesudah itu tak ada lagi sms dari Dinda,adik Ulil yang imut dan cantik.Hampir setiap hari ia mengirim sms yang sama karena saking rindunya kepada kakak tercinta. Mentari bersinar cerah di akhir bulan suci iini. Sejak pagi tadi,Ulil Azra Hamdan Fawaid sudah menyiapkan perlengkapan untuk pulang,termasuk baju lebaran untuk adiknya tercinta,Dinda Amalia Hamdan Fawaid.
“Allahu akbar allahu akbar Allahu akbar,”takbir itu terucap dari lisan yang suci milik Ulil.dengan berlinang air mata ia bertakbir seorang diri pada malam lebaran.Keluarga pamannya mudik ke kampung halaman meninggalkan Ulil sendiri di rumahnya.Untung saja sepulang dari ruma sakit ,tetangganya mengantarkan makanan untuknya.
“Lailahaillahuwallahu akbar,Allahu akbar walillahilhamdu,”
Hatinya bergetaar.ntuk kesekian kalinya air matanya mengalir,membasahi wajah yang bersinar.Tiba-tiba terdengar suara ponselnya berdering.
“Assalamu’alaikum,Lil!”Terdengar suara Ahmad panik.
“Ada apa Mad?Kayanya panik banget?”
“Lil,Enya ane meninggal dunia,”kata Ahmad sambil menangis.
“Innalillahi wainna lillahi roji’un.”ucap Ulil tenang.
“Kebetulan besok ane tugas. Ente mau kan gantiin ane ?Dua hari...aje.Mau ya?Ane janji dah kalau ente ade perlu,ane gantiin,”suara Ahmad memelas.
“Mm..kumaha nya?”Tanya Ulil di dalam hati
“Iya deh.Tapi abis ntu dua hari,ente kudu balik lagi!”
“Iye,iye.Udeh ye?Makasih..banget.Assalamu’alaikum”
“Wa’alaikum salam”
Hati kembali terpuruk. Rencana pulang harus ia buang jauh-jauh.Wajah ibu,bapak,dan Dinda melintas di pikirannya.
“Dinda,maafkan aa..”Lirih Ulil sambil memandang baju yang akan ia berikan untuk adiknya. Sejenak ia termenung,lalu dengan cepat ia memijat nomor ponsel adiknya.
“Assalamu’alaikum,sayang”
“Wa’alaikum salam.Aa pasti nuju di jalan,nya?Teu hilap,kanacuk kangge Dinda?”
“Sayang,hapunten aa,nya!Aa kedah ngagentosan tugas rerencangan aa nu ibuna maot,”
“Yah...”Tampaknya Dinda mulai kecewa pada kakaknya.
“Dinda sabar,nya!Aa janji,dua dinten deui sumping ka bumi.OK?!Dinda kan bageur,”
“Mm..Muhun deuh,”Dinda pasrah.
“Atuh ngangge deuh?Berarti teu ikhlas,”protes Ulil.
“Hm..Muhun atuh aa,”
“Nah,gitu dong.Ya udah. Assalamu’alaikum”
“Wa’alaikum salam.”
Tugas Ulil sebagai perawat selama menggantikan Ahmad ia jalani dengan penuh kesabaran.Meski sangat melelahkan.Tak terasa dua hari berlalalu.kini Ulil bisa pulang dengan tenang dan bertemu dengan keluarga tercinta yang tentu sangat menanti kedatangannya.
Perjalanan selama empat jamia lewati dengan penuh kesabarab.Meski terkadang perasaan aneh melintas di benaknya.Entah perasaan apa itu.
Sesampainya di jalan setapak menuju rumahnya,ia mempercepat langkahnya.Seolah ada sesuatu yang mengayunkan kakinya begitu cepat.
Begitu sampai di pagar rumah,perasaan aneh itu akhirnya terjawab.Rumahnya dipenuhi dengan orang-orang.Ia bertanya kepada mereka.Namun mereka enggan menjawab seoalh terbawa duka.
Kemudian ia temui ibunya di ruang tengah.
“Assalamu’alaikum,ibu,”
“Wa’alaikum salam.Jang,kamu sing sabar,nya!”Pesan ibunya sambil menyeka air mata.
“Ada apa,Bu?”Tanay Ulil penasaran.
“Rai,Jang,”
“Dinda?”Ulil kembali bertanya untuk memastikan apakah yang mereka tangisi adalah adik kesaynangnnya.Ibu mengangguk.
“Ada apa Dengan dinda,Bu?Mana dia?Ibu..olong jawab pertanyaan saya,Bu!Ulil sudah membeliaknnyabaju baru.Mana Dinda?”
“Kamari..”Ibu mulai membuka perkataannay kembali.
“Dinda ngantosan Ali di pipir jalan.teras aya mobil trek nabrak Dinda.duak pedah naon.Supirna kabur.Saentos dicandak ka rumah sakit..”kata-kata ibunya terputus.Air matanya berlinang di pipinya.
Ulil mengusap lembut air mata yang mengalir di pipi ibunya,lalu ia peluk wanita setengah baya itu.
“Sabar wae,nya Bu!”Ulil mencoba menenangkan ibunya.
“Ku tatap wajah pucat yang dulu berseri.Ku pandang tubuh yang tertidur lemah yang dulu kuat.Bibirnya tersenyum menggambarkan keikhlasannya meninggallkan dunia fana ini,”Ulil berbicara dalam hatinya.”Maafkan aa,adikku tersayang.Baju ini,akan aa berikan kepada keponakan kita.Boleh,kan?”Tanya Ulil di dalam hati.
Selamat jalan cinta.....
Ingat aku di sana....
Dan semua janji kita....
Dan semua mimpi kita....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar